Kamis, 29 November 2018

makalah pengetahuan bahan teknik

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Pengetahuan Bahan Teknik”.
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Pengetahuan Bahan Teknik.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,penulis sampaikan terima kasih dan berhap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
BAB 1.......................................................................................................................3
LATAR BELAKANG............................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
BAB III.....................................................................................................................7
KESIMPULAN .......................................................................................................7
SARAN.....................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................8












BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahan yang ada disekitar kita pada dasarnya digolongkan menjadi bahan teknik dan bahanbukan teknik. Bahan teknik adalah jenis bahan yang digunakan dalamproses rekayasa dan industri. Bahan teknik dibedakan antara lain bahan organik dan bahanan organik.Padaumumnya bahan-bahan tersebut dapat kita perolehdari alam atau didapat melalui proses kimia. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari lebih lanjut megenai bahan teknik.
Bahan Teknik adalah semua unsur atau zat yang berbentuk padat, cair, atau gas yang banyak digunakan untuk kebutuhan keperluan dunia teknik atau industri.Berikut jenis-jenis bahan teknik;
a.Padat : Logam, keramik, plastik, kaca, karet, kayu
b.Cair : Pelumas, air, bensin, solar, bahan kimia lain
c. Gas : Oksigen, Asitilin, Hidrogen, CO2 dan lainnya
              
Bahan yang ada disekitar kita pada dasarnya digolongkan menjadi bahan teknik dan bahan bukan teknik. Bahan teknik dibedakan antara lain bahan organik dan bahan an organik.
1) Bahan Organik adalah bahan yang diperoleh dari alam.Bahan alam merupakan bahan baku produk yang diperoleh dan digunakan secara langsung dari bahan alam, oleh karena itu produk akhir yang menggunakan bahan baku ini akan memiliki sifat yang sama dengan bahan asalnya. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain kayu, batu, karet, kulit, keramik, celulosa dan lain-lain.
2) Bahan An-organik adalah bahan yang diperoleh dari hasil proses kimia. Bahan-bahan tiruan (syntetic materials) biasanya diperoleh dari senyawa kimia dengan komposisi berbagai unsur akan diperoleh suatu sifat tertentu secara spesifik atau sifat yang menyerupai sifat bahan alam. Bahan ini dikenal sebagai bahan plastik (Plastics Materrials), yakni suatu bahan yang pertama kali dibuat oleh Leo Baekeland seorang Belgia tahun 1907 dan dipatenkan dengan nama Bakelite. Molekul yang kita sebut sebagai “Polymer” yang berarti, material plastik yang terbentuk dari ikatan rantai atom-atom serta terdiri atas “beberapa unit” ikatan rantai atom-atom tersebut. Oleh karena itu proses pengikatan dengan molekul-molekul kecil ini dikenal sebagai Polimerisasi.
Contoh dari bahan jenis ini ialah Polyethene yakni polimer yang terdiri atas 1200 atom karbon pada setiap 2 atom hidrogen sehingga memiliki tegangan serta keuletan yang tinggi dan pada beberapa jenis plastik memiliki regangan yang besar yang diakibatkan oleh rantai ikatan yang panjang.
Berbagai jenis bahan kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri. Penggunaannya pun sangat bergantung pada sifat-sifat dari bahan tersebut. Di samping bermanfaat, beberapa unsur atau senyawa juga dapat bersifat racun bagi kesehatan atau lingkungan. Pada awalnya, unsur hanya digolongkan menjadi logam dan nonlogam. Hal inilah yang dikemukakan oleh Lavoisier. Hingga saat ini diketahui terdapat kurang lebih 118 unsur di dunia.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui sifat-sifat dari berbagai unsur dan senyawa, sehingga kita dapat menggunakannya secara optimal dan mengurangi dampak negatif dari penggunaan unsur logam dan nonlogam tersebut.


                                                                   BAB II
PEMBAHASAN

A.DEFINISI LOGAM
Logam adalah suatu paduan yang terdiri dari campuran unsure karbon dengan besi. Untuk menghasilkan suatu logam pafuan yang mempunyai 2 sifat yang berbeda dengan besi dan karbon maka dicampur dengan bermacam logam lainnya. Logam adalah elemen mineral yang terbentuk secara alami. Jumlah logam diperkirakan 4% dari mineral bumi. Logam dalam bidang keteknisian adalah besi biasanya dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan, pipa-pipa, alat-alat pabrik dan sebagainya.
Logam Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk kawat potongan yang disebut “fibre” atau metal fibre, sebagai tulangan beton. Dalam skala yang lebih kecil logam secara luas juga di pakai sebagai penguat, misalnya bentuk paku, sekrup, baut, kawat, pelat, bantalan jembatan, atau sebagai bahan lain bentuk lembaran (misalnya bentuk atap, atau lantai jembatan), atau juga bentuk dekorasi.
Kelebihan logam sebagai bahan konstuksi adalah memiliki sifat yang di suatu pihak lebih baik karena :
- memiliki kuat tarik tinggi, dapat di rubah – rubah bentuknya
- mudah di sambung / di las.

Sifat lainnya adalah :
- memiliki harga konduktivitas listrik yang tinggi
- konduktivitas panas tinggi dan dapat di haluskan sehingga berkilau permukaanya.

Kelemahan sebagian besar logam, khususnya baja, ialah tidak tahan korosi karena kelembapan maupun oleh pengaruh udara sekeliling dan terjadi perubahan bentuk bila terkena suhu/panas tinggi. Di dalam pemakaian, logam selain juga memiliki kuat tarik yang tinggi, tahan tekanan atau korosi, kadang-kadang juga harus tahan terhadap beban kejut, suhu rendah, gaya yang berubah-ubah atau kombinasi, dan beberapa keadaan yang lain.

B. SIFAT FISIS LOGAM
 Pada umumnya unsur logam mempunyai sifat fisis, antara lain:
1. Logam akan memantulkan sinar yang datang dengan panjang gelombang dan frekuensi yang sama sehingga logam terlihat lebih mengkilat. Contohnya, emas (Au), perak (Ag), besi (Fe), dan seng (Zn).
                 
2. Logam dapat menghantarkan panas ketika dikenai sinar matahari, sehingga logam akan sangat panas (terbakar). Energi panas diteruskan oleh elektron sebagai akibat dari penambahan energi kinetik. Hal ini menyebabkan elektron bergerak lebih cepat. Energi panas ditransferkan melintasi logam yang diam melalui elektron yang bergerak.

3. Logam juga dapat menghantarkan listrik karena elektronnya terdelokalisasi bebas bergerak di seluruh bagian struktur atom. Tembaga (Cu) sering dipakai dalam pembuatan kawat penghantar lisrik.

4. Meabilitas, yaitu kemampuan logam untuk ditempa atau diubah menjadi bentuk lembaran. Sifat ini digunakan oleh pandai besi untuk membuat sepatu kuda dari batangan logam. Gulungan baja (besi) penggiling menggunakan sifat ini saat mereka mengulung batangan baja menjadi lembaran tipis untuk pembuatan alat-alat rumah tangga. Hal ini karena kemampuan atom-atom logam untuk menggelimpang antara atom yang satu dengan atom yang lain menjadi posisi yang baru tanpa memutuskan ikatan logam.
5. Duktilitas yaitu kemampuan logam dirubah menjadi kawat dengan sifatnya yang mudah meregang jika ditarik. Tembaga (Cu) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kawat.

6. Semua logam merupakan padatan pada suhu kamar dengan pengecualian raksa atau merkuri (Hg) yang berupa cairan pada suhu kamar.

7. Semua logam bersifat keras, kecuali natrium (Na) dan kalium (Ca), yang lunak dan dapat dipotong dengan pisau.

8. Umumnya logam memiliki kepadatan yang tinggi sehingga terasa berat jika dibawa.

9. Logam juga dapat menimbulkan suara yang nyaring jika dipukul, sehingga dapat digunakan dalam pembuatan bel atau lonceng.

10. Logam dapat ditarik magnet, sehingga logam disebut diamagnetik, misalnya besi (Fe).

C. SIFAT MEKANIS LOGAM
Sifat baja pada umumnya terdiri dari sifat fisik dan sifat mekanis. Sifat fisik meliputi : berat, berat jenis, daya hantar panas dan konduktivitas listrik. Baja dapat berubah sifatnya karena adanya pengaruh beban dan panas. Sifat mekanis suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut memberikan perlawanan apabila diberikan beban pada bahan tersebut. Atau dapat dikatakan sifat mekanis adalah kekuatan bahan didalam memikul beban yang berasal dari luar. Sifat mekanis pada baja meliputi :
a. Kekuatan. Sifat penting pada baja adalah kuat tarik. Pada saat baja diberi beban, maka baja akan cenderung mengalami deformasi/perubahan bentuk. Perubahan bentuk ini akan menimbulkan regangan/strain, yaitu sebesar terjadinya deformasi tiap satuan panjangnya akibat regangan
b. Keuletan (ductility), Kemampuan baja untuk berdeformasi sebelum baja putus. Keuletan ini berhubungan dengan besarnya regangan/strain yang permanen sebelum baja putus. Keuletan ini juga berhubungan dengan sifat dapat dikerjakan pada baja. Cara ujinya berupa uji tarik.
c. Kekerasan, adalah ketahanan baja terhadap besarnya gaya yang dapat menembus permukaan baja. Cara ujinya dengan kekerasan Brinell, Rockwell, ultrasonic, dll.
d. Ketangguhan (toughness), adalah hubungan antara jumlah energi yang dapat diserap oleh baja sampai baja tersebut putus. Semakin kecil energi yang diserap oleh baja, maka baja tersebut makin rapuh dan makin kecil ketangguhannya. Cara ujinya dengan cara memeberi pukulan mendadak (impact/pukul takik).
D.Pengujian Bahan  Logam
Electric brinell hardness tester
Alat ini digunakan untuk mengetahui kekerasan dari material logam. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang sudah dikeraskan dan telah diketahui diameternya sebagai indentor. Indentor ini ditusukkan ke permukaan benda uji secara tegak lurus dengan adanya tekanan tertentu selama waktu tertentu selama waktu tertentu pula. Akibat indentasi itu maka pada permukaan logam atau benda uji akan terjadi tapak tekan yang berbentuk temberengbola.
Mesin uji tarik
Pengujian tarik dilakukan dengan memberikan gaya tarik ke arah aksial pada spesimen. Tegngan tarik dinyatakan oleh besarnya gaya tarik yng dialami tiap satu satuan luas specimen.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Sifat fisis logam adalah mengkilat, konduktor panas dan listrik, merenggang jika ditarik, mudah ditempa, berupa padatan dalam suhu kamar, dapat ditarik oleh magnet, memiliki kepadatan yang tinggi dan berbunyi nyaring jika dipukul.
2. Sifat kimia logam adalah mudah melepas elektron sehingga membentuk kation, memiliki 1 sampai 3 elektron valensi, titik leleh dan titik didihnya relatif tinggi, logam oksida yang larut dalam air bereaksi untuk membentuk logam hidroksida dan logam oksida bereaksi dengan asam membentuk garam dan air.

3.2 Saran
Dengan terselesainya karya tulis yang berjudul “Logam”, penulis berharap agar penyusunan laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya…
Penulis sangat berharap kepada para pembaca setelah membaca makalah ini, dapat meningkatkan potensi pembaca dalam penggunaan unsur-unsur logam baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun di bidang industri secara lebih efektif dan efisien. sehingga dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Mengingat begitu banyaknya unsur-unsur yang terkandung di dalam bumi kita ini.


DAFTAR PUSTAKA
www.windows2universe.org/earth/geology/metals.html
Purba, Michael. 2006. Kimia untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Purba, Michael. 2006. Kimia untuk Kelas XII. Jakarta: Erlangga
id.wikipedia.org/wiki/Logam
www.chemistry.about.com/library/blperiodictable.htm
www.chemtutor.com/perich.htm
www.hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/Hbase/pertab/metal.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Metal
http://saneslogam.wordpress.com/
















Jumat, 23 November 2018

artikel konseptual


DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA TERHADAP LINKUNGAN DAN MANUSIA SERTA PENANGGULANGANNYA
ANGGUN FITRIANI  (J1B117026)

ABSTRAK

Pestisida adalah suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Pestisida dapat digolongkan berdasarkan fungsi mekanisme biologisnya atau metode aplikasi. Setiap penggunaan pestisida membawa beberapa resiko yang terkait. Pestisida memegang peranan penting dalam melindungi tanaman, ternak, dan untuk mengontrol sumber-sumber vektor penyakit (vector-borne diseases). Penggunaan pestisida oleh petani tidak terelakan. Penggunaan pestisida yang memiliki kandungan bahan aktif pada suatu lingkungan akan menimbulkan kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah oleh suatu kontaminan. Untuk menghindari dampak negatif dari penggunaan pestisida, maka perlu adanya peningkatan pengetahuan dan praktik yang benar dalam menggunakan pestisida di lahan pertanian. Disamping itu petani hendaknya menggunakan alat pelindung diri pada waktu menggunakan pestisida serta menerapkan Pengelolaan Hama Terpadu.
Kata kunci : pestisida, bahan kimia, pencemaran, petani

PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Mula-mula manusia membunuh hama secara sederhana yaitu dengan cara fisik dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia. Namun dengan semakin luasnya daerah pertanian dan pertambahannya penduduk dunia caracara sederhana tersebut tak mampu membendung peningkatan populasi dan keganasan hama.
kemudian dikembangkan cara-cara pengendalian hama yang lebih efektif dibandingkan dengan metode fisik mekanik. Pengendalian dengan cara baru dikembangkan dan digunakan seperti cara bercocok tanam penggunaan jenis tanaman yang tahan terhadap hama parasitoid dan predator, dan penggunaan bahan kimia organik. Sampai pada era Perang Dunia II praktek pengendalian hama masih banyak dilandasi oleh bermacam-macam pengetahuan biologi dan ekologi sehingga cara-cara pengendalian hama kurang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan keamanan kehidupan manusia. Tetapi metode pengendalian yang digunakan pada saat itu masih dianggap kurang efektif dan sering kurang praktis.
Pada era perang dunia ke II, mulai digunakannya insektisida organik sintetik. Hal ini disebabkan karena pada permulaannya pestisida menunjukkan hasil yang mengagumkan dalam efektifitas dan efisiensinya mengendalikan hama dibandingkan cara-cara pengendalian sebelumnya. Pestisida ternyata sangat efektif, praktis dan mendatangkan keuntungan ekonomi yang besar bagi petani. Tak heran setelah tahun 1950 an penggunaan pestisida pertanian diseluruh dunia semakin tinggi dan industri pestisida berkembang sangat cepat sehingga menjadi industri yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik banyak negara di dunia. Sehingga timbul kesan dan pandangan seakan-akan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian tidak dapat dilepaskan dari jasa pestisida.
Disamping segala keberhasilannya manusia semakin merasakan dampak negatif pestisida yang semakin memprihatinkan rasa kemanusiaan dan juga rasa tanggung jawabnya terhadap kelangsungan hidup manusia di biosfer ini. Bukti-bukti semakin berdatangan tentang banyak korban pestisida baik binatang berharga, ternak dan manusia sendiri. Residu pestisida pada makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia (Anonimous, 1993).
Dengan semakin meningkatnya pembangunan di berbagai sektor seperti pertanian, kesehatan masyarakat, perdagangan dan industri, dikeluarkan lah Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang “Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida”.
Pestisida terbukti mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Pestisida adalah bahan yang beracun dan berbahaya, yang bila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak negatif tersebut akan menimbulkan berbagai masalah baik secara langsung ataupun tidak, akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia seperti keracunan. Dampak negatif yang terjadi dari penggunaan pestisida pada pengendalian hama adalah keracunan, khususnya para petani yang sering/ intensif menggunakan pestisida (Bimas, 1990).

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat mandul, sebagai pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Sedangkan menurut The United State Federal Environmental Pestiade Control Act, Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman. Terdapat berbagai jenis pestisida salah satunya adalah Hidrokarbon Berklor. Kelompok senyawa ini sering sisebut sebagai organoklorin walaupun penamaannya kurang tepat karena didalamnya termasuk fosfat organik yang mengandung klor.
Pestisida yang banyak digunakan biasanya merupakan bahan kimia toksikan yang unik, karena dalam penggunaannya, pestisida ditambahkan atau dimasukkan secara sengaja ke dalam lingkungan dengan tujuan untuk membunuh beberapa bentuk kehidupan. Idealnya pestisida hanya bekerja secara spesifik pada organisme sasaran yang dikehendaki saja dan tidak pada organisme lain yang bukan sasaran. Tetapi kenyataanya, kebanyakan bahan kimia yang digunakan sebagai pestisida tidak selektif dan malah merupakan toksikan umum pada berbagai organisme, termasuk manusia dan organisme lain yang diperlukan oleh lingkungan (Keman, 2001).
Seperti disebutkan sebelumnya, penggunaan pestisida dalam aktifitas manusia sangat beragam. Diantaranya adalah penggunaan pestisida di bidang pertanian, yang merupakan salah satu upaya untuk peningkatan produk pertanian. Penggunaan pestisida ini tidak akan menimbulkan masalah apabila sesuai dengan aturan yang diperbolehkan. Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sehubungan dengan sifatnya yang toksik, serta kemampuan dispersinya yang tinggi yaitu mencapai 100% (Mangkoedihardja, 1999).

Klasifikasi Kimiawi Pestisida Organoklorin

Insektisida organoklorin dikelompokkan menjadi tiga golongan berikut:
1.      DDT dan analognya, misalnya BHC, dicofol, Klorobenzilat, TDE dan metoxychlor.
2.      Senyawa siklodien, misalnya aldrin, dieldrin, endrin, endusulfan dan heptaklor
3.      Terpena berklor, misalnya toksafen (Panut, 2008).

SIFAT DAN CARA KERJA ORGANOKLORIN

Pada aplikasinya organoklorin bersifat non sistemik yaitu tidak diserap oleh jaringan tanaman tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman disebut dengan insektisida kontak. Disamping itu organoklorin juga sebagai racun kontak, insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit dan ditranformasikan ke bagian tubuh serangga tempat insektisida aktif bekerja (susunan saraf). Racun lambung atau racun perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk kedalam organ pencernaannya. Racun inhalasi merupakan insektisida yang bekerja lewat sistem pernapasan. Racun pernapasan adalah insektisida yang mematikan serangga karena mengganggu kerja organ pernapasan (misalnya menghentikan kerja otot yang mengatur pernapasan) sehingga serangga mati akibat tidak bisa bernapas (Panut 2008).

PEMBAHASAN

Peranan Pestisida Dalam Bidang Pertanian

Pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian hama. Prinsip penggunaan pestisida secara ideal adalah sebagai berikut (Fischer, 1992 dan Natawigena, 1985) :
1.      Harus kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain, yaitu komponen pengendalian hayati,
2.       Efektif, spesifik dan selektif untuk mengendalikan hama tertentu
3.       Meninggalkan residu dalam waktu yang diperlukan saja,
4.      Tidak boleh persisten di lingkungan, dengan kata lain harus
mudah terurai,
5.      Takaran aplikasi rendah, sehingga tidak terlalu membebani
lingkungan,
6.      Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD 50 dermal dan LD50 oralrelatif tinggi), sehingga aman bagi manusia dan lingkungan hayati
7.      Dalam perdagangan (labelling, pengepakan, penyimpanan, dan transpor) harus memenuhi persyaratan keamanan
8.      Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut
9.      Harga terjangkau bagi petani.
Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah-masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi.

Dampak Negatif Penggunaan Pestisida Dalam
Kegiatan Pertanian

1.      Pencemaran air dan tanah
Di lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida terutama terjadi melalui aliran air dari tempat kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam usaha mena ikkan produksi pertanian dan peternakan. Jenis-jenis pestisida yang persisten (DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak mengalami degradasi dalam tanah, tapi malah akan berakumulasi. Dalam air, pestisida dapat mengakibatkan biology magnification, pada pestisida yang persisten dapat mencapai komponen terakhir, yaitu manusia melalui rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula, mengalami proses dalam tanah dan air sehingga ada kemungkinan untuk dapat mencemari tanah dan air.
2.      Pencemaran udara
Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara. Pestisida mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larutan makin besar kemungkinan ikut perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin.
3.      Timbulnya spesies hama yang resisten
Spesies hama yang akan diberantas dapat menjadi toleran terhadap pestisida, sehingga populasinya menjadi tidak terkendali. Ini berarti bahwa jumlah individu yang mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Populasi dari spesies hama dapat pulih kembali dengan cepat dari pengaruh racun pestisida serta bisa menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu pada populasi baru yang lebih tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida golongan organoklorin.
4.      Timbulnya spesies hama baru atau ledakan hama sekunder
Penggunaan pestisida yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu, bahkan dapat menyebabkan munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama sekunder tersebut dapat terjadi beberapa saat setelah penggunaan pestisida, atau pada akhir musim tanam atau malah pada musim tanam berikutnya. Ledakan hama sekunder dapat lebih merusak daripada hama sasaran sebelumnya.
5.      Resurgensi
Bila suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan pestisida berkembang menjadi lebih banyak dibanding dengan yang tanpa perlakuan pestisida, maka fenomena itu disebut resurgensi. Faktor penyebab terjadinya resurgesi antara lain adalah (a) butir semprotan pestisida tidak sampai pada tempat hama berkumpul dan makan; (b) kurangnya pengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa hama yang menetas sehingga resisten terhadap pestisida; (c) predator alam mati terbunuh pestisida; (d) pengaruh fisiologis insektisida kepada kesuburan hama. Hama bertelur lebih banyak dengan angka kematian hama yang menurun; (e) pengaruh fisiologis pestisida kepada tanaman sedemikian rupa sehingga hama dapat hidup lebih subur (Djojosumarto, 2000).
6.      Merusak keseimbangan ekosistem
Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk membasmi hama tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu) yang bisa mengganggu produksi tanaman sering menimbulkan komplikasi lingkungan (Supardi, 1994).
Penekanan populasi insekta hama tanaman dengan menggunakan insektisida, juga akan mempengaruhi predator dan parasitnya, termasuk serangga lainnya yang memangsa spesies hama dapat ikut terbunuh. Misalnya, burung dan vertebrata lain pemakan spesies yang terkena insektisida akan terancam kehidupannya. Sehingga dengan demikian bersamaan dengan menurunnya jumlah individu spesies hama, menurun pula parasitnya. Sebagai contoh misalnya kasus di Inggris, dilaporkan bahwa di daerah pertanian dijumpai residu organochlorin yang tidak berpengaruh pada rodentia tanah. Tapi sebaliknya, pada burung pemangsa Falcotinnunculus dan Tyto alba, yang semata-mata makanannya tergantung pada rodentia tanah tersebut mengandung residu tinggi, bahkan pada tingkat yang sangat fatal. Se bagai akibatnya, banyak burung-burung pemangsa yang mati. Begitu juga pada binatang jenis kelelawar. Golongan ini ternyata tidak terlepa dari pengaruh pestisida. Dari 31 ekor kelelawar yang diteliti, semuanya mengandung residu senyawa Organochhlorin dengan DDE (Hendrawan, 2002).
7.      Dampak terhadap kesehatan masyarakat
Penggunaan pestisida dalam kegiatan pertanian dapat mengakibatkan dampak negatif pada kesehat an manusia, misalnya : (a) terdapat residu pestisida pada produk pertanian; (b) bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui rantai makanan. Manusia sebagai makhluk hidup yang letaknya paling ujung dari rantai makanan dapat memperoleh efek biomagnifikasi yang p aling besar. Dampak ini ditimbulkan oleh pestisida golongan organoklorin; (c) k eracunan pestisida, yang sering terjadi pada pekerja dengan pestisida.

Pencegahan Pencemaran Oleh Pestisida

1.      Pengelolaan pestisida
Tindakan pengelolaan terhadap pestisida bert ujuan untuk agar manusia terbebas dari keracunan dan pencemaran oleh pestisida. Beberapa tindakan pengelolaan yang perlu diambil untuk mencegah keracunan dan pencemaran oleh pestisida ialah penyimpanan, pembuangan serta pemusnahan limbah pestisida. Pestisida harus disimpan pada tempat yang aman dengan banyak hal yang perlu diperhatikan (Siswanto, 1991 dan Depkes 2000).
2.      Pengawasan terhadap penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida baik pada bidang kesehatan masyarakat untuk pemberantasan vektor penyakit ataupun pada bidang pertanian harus dimonitor oleh perwakilan WHO pada tingkat nasional untuk membantu pengembangan strategi manajemen resistensi dan petunjuk penggunaan pes tisida secara aman dan terbatas, dan perjanjian penggunaan pestisida pada tingkat internasional (WHO, 2001 dan WHO, 1999).
3.      Sistim Pertanian Back to Nature
Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran pestisida adalah tidak menggunakan pestisida sebagai pemberantas hama. Mengingat akibat sampingan yang terlalu berat, atau bah kan menyebabkan rusaknya lingkungan dan merosotnya hasil panen, penggunaan pestisida mulai di kurangi. Sistim pertanian dengan konsep back to nature merupakan salah satu solusi yang menarik untuk mengurangi penggunaan pestisida dalam bidang pertanian. Dalam konsep ini dikembangkan sistem pertanian yang tidak menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama tanaman. Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah dan mengurangi serangan hama antara lain mengatur jenis tanaman dan waktu tanam, memilih varietas yang ta han hama, memanfaatkan predator alami, menggunakan hormon serangga, memanfaatkan daya tarik seks pada serangga, sterilisasi (Depkes, 2000).

KESIMPULAN

Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Hingga saat ini ketergantungan petani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan kuantitas dan kualitas produk. Hal tersebut menyebabkan keseimbangan ekologis yang tidak sempurna (populasi hama tinggi, musuh alami semakin punah).
Pestisida tidak saja membawa dampak yang positif terhadap peningkatan produk pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengarahan dan penggunaan yang lebih tepat kepada para penggunaan dalam hal pemberian dosis, waktu aplikasi, cara kerja yang aman, akan mengurangi ketidakefisienan penggunaan pestisida pada lingkungan dan mengurangi sekecil mungkin pencemaran yang terjadi. Di sisi lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk yang mengandung residu. Dampak lain yang tidak kalah penting adalah timbulnya pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organism lainnya.
Di masa yang akan datang diharapkan penggunaan pestisida akan berkurang dan lebih selektif dan didukung oleh adanya penemuan-penemuan baru yang lebih efektif dalam mengatasi masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. Prinsip-prinsip Pemahaman Pengendalian Hama Terpadu. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman.B.I. Jakarta. 1993.
Bimas. Surat Keputusan Menteri Pertanian / Ketua Badan Pengendali BIMAS. 1990.
Depkes. 2000. Pencemaran pestisida dan pencegahannya. Infokesehatan.net. http://www.infokes.com/today/artikeliew.html?item_ID =228&topic=keluarga. Tanggal sitasi 25 September 2002.
Djojosumarto P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian . Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Djojosumarto, Panut. (2008). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisisus.
Fischer HP. 1992. New Agrichemicals Based on Microbial Metabolites, dalam New Biopesticides. Proceeding of the ’92 Agric. Biotechnology Symposium on Biopesticide . September 1992. Suwon. Korea.
Hendrawan R. 2002. Saat Ini Beredar Sekitar 70.000 Pestisida di Dunia, FAO Larang Pestisida Senyawa ”Asbestos” . Pikiran Rakyat Cyber Media. http://www.pikiran rakyat.com/cetak/ 0702/27/0606.htm. Tanggal sitasi 25 Juni 2006.
Keman S. 2001. Bahan Ajar Toksikologi Lingkungan . Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Mangkoediharja S. 1999. Ekotoksikologi Keteknikan. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP, ITS.
Siswanto A. 1991. Pestisida. Surabaya: Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur. Departemen Tenaga Kerja.
Supardi I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit Alumni.
WHO. 1999. Food Safety Issues Associated with Products from Aquaculture. WHO Technical Report Series ; 883. FAO/NACA/WHO. Spanyol: Study Group on Food Safet Issues Associated with Products from Aquaculture.
WHO. 2001. Chemistry and Specification of Pesticides. WHO Technical Report Series ; 899. Singapore : Expert Committee on Vector Biology and Control.

Jumat, 16 November 2018

SISTEM NFT (Nutrient Film Techniue) dan SISTEM DFT (Deep Flow Technique)

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sistem NFT (Nutrient Film Techniue) dan Sistem DFT (Deep Flow Technique) dengan lancar.
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik serta saran yang membangun masih penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah in. Atas perhatian dari semua pihak yang membantu penulisan makalah ini penyusun ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat dipergunakan seperlunya.
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Sejak manusia mengenal pertanian, tanah merupakan media tanam yang paling umum digunakan dalam bercocok tanam. Seiring dengan perkembangan jaman dan dipacu oleh keterbatasan lahan yang dimiliki seperti tanah yang sempit atau tanah yang tidak subur, orang mulai bercocok tanam dengan menggunakan media.  
Hidroponik menjadi salah satu alternatif cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. tanam bukan tanah, seperti air, pasir dan lain-lain. Istilah hidroponik pertama kali dikemukakan oleh W.F. Gericke dari University of California pada awal tahun 1930-an, yang melakukan percobaan hara tanaman dalam skala komersial yang selanjutnya disebut nutrikultur atau hydroponics. Hidroponik berasal dari bahasa Latin yang berarti hydro (air) dan ponos (kerja). Hiidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, akan tetapi menggunakan media inert (tidak menyediakan unsur hara seperti pasir. yang diberikan larutan hara yang mengandung semua elemen esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman.
Hidroponik merupakan solusi di bidang pertanian dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memudahkan masyarakat dalam bercocok tanam. Hidroponik mampu menghasilkan produksi tanaman yang lebih terjamin kebebasannya dari hama penyakit yang berasal dari tanah, dapat dijadikan profesi baru sebagai mata pencaharian bagi petani dan masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan, meningkatkan pemenuhan sumber gizi keluarga dan masyarakat, dan apabila diusahakan dalam skala besar dapat meningkatkan ekspor produksi hortikultura segar dan berkualitas tinggi sehingga dapat menambah devisa negara.
Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman dapat dikontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim, dan dapat diterapkan pada lahan yang sempit.
Sistem bercocok tanam ala hidroponik kini semakin banyak dipilih karena merupakan budidaya tanaman tanpa media tanah. Sistem bercocok tanam yang lebih banyak menggunakan air sebagai sumber nutrisi utama ini biasanya dilakukan di dalam greenhouse. Pasalnya, faktor-faktor ekosistem bisa lebih mudah dikendalikan sehingga risiko terhadap pengaruh cuaca pun bisa diperkecil. Ide awal kebun hidroponik muncul dalam menyiasati keterbatasan lahan, waktu, dan cara pemeliharaan. Pada hidroponik, tanaman tumbuh di dalam media tanam, tetapi tanaman tidak mendapatkan apa-apa dari media tanam tersebut. Tanaman hanya menerima apa yang kita berikan, tidak lebih tidak kurang. Kita memiliki kontrol total atas pH, nutrisi dan kepekatan dari nutrisi tersebut.

I.2  Rumusan Masalah
Apa perbedaan dari sistem NFT (Nutrient Film Technique) dengan sistem DFT (Deep Flow Technique)? dan sistem manakah yang terbaik dari kedua sistem tersebut?

1.3  Tujuan 
1. Mengetahui perbedaan antara sistem NFT (Nutrient Film Technique) dan DFT (Deep Flow Technique).
2. Mengetahui sistem terbaik dari kedua sistem tersebut.

1.4  Manfaat 
1. Diketahui perbedaan antara sistem NFT (Nutrient Film Technique) dan DFT (Deep Flow Technique).
2. Diketahui sistem terbaik dari kedua sistem tersebut.

II. PEMBAHASAN


Hidroponik adalah cara budidaya pertanian tanpa menggunakan media tanah, akan tetapi menggunakan air sebagai medium untuk menggantikan tanah. Sistem bercocok tanam secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan yang sempit. Budidaya hidroponik biasanya dilaksanakan di dalam rumah kaca (greenhouse) untuk menjaga supaya pertumbuhan tanaman secara optimal dan benar – benar terlindung dari pengaruh unsur luar seperti hujan, hama penyakit, iklim dan lain–lain. Keunggulan dari budidaya dengan menggunakan sistem hidroponik antara lain kepadatan tanaman per satuan luas dapat dapat dilipat gandakan sehingga menghemat penggunaan lahan, mutu produk seperti bentuk, ukuran, rasa, warna, kebersihan dapat dijamin karena kebutuhan nutrient tanaman dipasok secara terkendali di dalam rumah kaca, tidak tergantung musim atau waktu tanam dan panen, sehingga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pasar (Roidah, 2014).
Sistem hidroponik terdiri dari dua sistem, yaitu sistem tanpa sirkulasi nutrisi dan sistem dengan sirkulasi nutrisi. Sistem tanpa sirkulasi nutrisi, ada beberapa metode atau teknik yang sering digunakan, seperti sistem Root Dipping Technique, Floating Technique, Capillary Action Technique. Pada sistem hidroponik dengan sirkulasi nutrisi, teknik atau metode yang digunakan seperti metode substrat,  Deep Flow Technique, Nutrient Film Technique dan Aeroponik (Faryuni et al, 2018).
Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem NFT dan sistem DFT pada hidroponik.

II.1 Sistem NFT (Nutrient Film Technique)
NFT (Nutrient Film Technique) merupakan model budidaya hidroponik dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut tersirkulasi dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa berkembang di dalam larutan nutrisi karena di sekeliling perakaran terdapat selapis larutan nutrisi, maka sistem ini dikenal dengan nama NFT. (Wibowo et al, 2013).
Sistem NFT memberikan nutrisi dengan cara mengalirkan selapis larutan nutrisi setinggi kira-kira 3 mm pada perakaran tanama. Jika lebih dari itu apalagi sampai menyebabkan perakaran terendam terlalu dalam, menyebabkan tanaman bakal sulit mendapatkan pasokan oksigen dalam jumlah memadai (Hendra et al, 2014).
Pada sistem NFT, tanaman ditanam di dalam pipa PVC yang diletakkan secara menggantung dengan pipa yang sedikit miring, sehingga sebagian akar tanaman tumbuh di atas permukaan larutan nutrisi dan sebagian lagi terendam di dalamnya. Larutan hara terus didaur ulang selama 24 jam. Apabila pompa berhenti berjalan, semua unsur hara didalam pipa akan habis dan tanaman akan mengering dalam hitungan jam. Hal ini dapat diatasi dengan cara membuat sudut pipa lebih kecil dan menambahkan pipa untuk meluapkan hara. Pipa berfungsi untuk memberikan reservoir hara yang akan tetap ada bila terjadi kematian listrik atau pompa. Sistem NFT sangat cocok untuk tanaman yang memiliki akar kecil seperti selada, stroberi, dan rempah-rempah (Purbajanti et al, 2017).


Gambar 1. Skema Sistem NFT (Nutrient Film Technique) (Tallei, 2017)
II.2  Sistem DFT (Deep Flow Technique)
Sistem DFT (Deep Flow Technique) adalah metode hidroponik dengan menggenangkan nutrisi dengan ketebalan lapisan nutrisi sekitar 4 – 6 cm pada sistem sehingga sistem ini tidak bergantung pada listrik sepenuhnya dan menjaga suhu di akar tanaman agar lebih stabil. Keuntungan dari sistem ini ialah lebih irit dalam pemakaian listrik. Pada saat malam hari misalnya, listrik dapat dimatikan dan tanaman tidak akan kering maupun layu karena lapisan nutrisi cukup dalam. Namun kondisi ini memberikan peluang busuknya akar karena penerimaan oksigen menjadi minim (Fauzi et al, 2016).
Sistem kerja DFT adalah pada kurun waktu tertentu pompa air celup akan mengalirkan air nutrisi dari penampungan ke pipa penanaman untuk mensirkulasi larutan nutrisi sehingga air pada pipa penanaman tidak akan kekurangan nutrisi yang akan diserap oleh tanaman. Kemudian air dari pipa penanaman akan dialirkan kembali ke penampung air (Suryanto et al, 2017).


Gambar 2. Skema Sistem DFT (Deep Flow Technique) (Suryanto, 2017)

Teknologi hidroponik dengan model DFT lebih irit dalam pemakaian listrik. Pada saat malam hari misalnya, listrik dapat dimatikan dan tanaman tidak akan kering maupun layu karena lapisan nutrisi cukup dalam. Sedangkan pada sistem NFT memiliki kelebihan seperti mudahnya mengontrol sirkulasi air, nutrisi dan oksigen pada tanaman. Namun sayangnya teknologi NFT boros akan listrik. Pompa harus dalam keadaan terus menyala agar seluruh nutrisi yang dibutuhkan tanaman terkontrol (Fauzi et al, 2016).
Kedua sistem yang dijelaskan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada tanaman yang di panen hasil yang didapatkan pada sistem NFT lebih baik dibandingkan dengan sistem DFT. Hal ini dibuktikan melalui tabel berikut:

Tabel 1. Hasil uji BNT tanaman Pak Coy pada perlakuan sistem tanam dan jenis   nutrisi

Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun (helai)
Lebar Daun (cm)
Berat Basah (g)
Berat Kering (g)
S1
S2
15,87 b
21,05 a
11,95 b
14,33 a
8,87 a
7,82 b
42,06 b
97,15 a
3,05 b
5,71 a
bnt (0,05)
1,60
1,52
0,67
14,41
1,00
N1
N2
N3
24,47 a
9,81 c
21,09 b
16,68 a
8,25 c
14,50 b
8,81 b
4,77 c
11,45 a
111,60 a
13,41 c
77,80 b
7,48 a
0,99 c
4,68 b
bnt (0,05)
1,96
1,86
0,82
17,65
1,23
Ket: S1 (DFT) S2 (NFT), N1 (AB mix), N2 ( majemuk lengkap), N2 (NPK) (Sesanti et al, 2016)

Pada penelitian Sesanti et al. (2016) didapatkan hasil tanaman Pak Coy menggunakan sistem NFT dengan tambahan perlakuan berbagai nutrisi lebih baik dibandingkan sistem DFT dengan tambahan perlakuan berbagai nutrisi yang sama dalam segi tinggi tanaman, jumlah helai daun, lebar daun, berat basah, dan berat kering.
Dengan demikin, sistem hidroponik NFT lebih baik dibandingkan sistem hidroponik DFT untuk budidaya tanaman Pak Coy dengan berbagai perlakuan tambahan.

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teknologi hidroponik dengan model DFT lebih irit dalam pemakaian listrik. Pada saat malam hari misalnya, listrik dapat dimatikan dan tanaman tidak akan kering maupun layu karena lapisan nutrisi cukup dalam. Sedangkan pada sistem NFT memiliki kelebihan seperti mudahnya mengontrol sirkulasi air, nutrisi dan oksigen pada tanaman. Namun sayangnya teknologi NFT boros akan listrik. Pompa harus dalam keadaan terus menyala agar seluruh nutrisi yang dibutuhkan tanaman terkontrol.
Sistem NFT dengan tambahan perlakuan berbagai nutrisi lebih baik dibandingkan sistem DFT dengan tambahan perlakuan berbagai nutrisi yang sama dalam segi tinggi tanaman, jumlah helai daun, lebar daun, berat basah, dan berat kering.

DAFTAR PUSTAKA

Faryuni, Irfana Diah., dan Sumpuro, Joko. 2018. The Application Of The Hydroponic Farming Method As An Appropriate Technology In kelurahan Tambelan Sampit. 02(02): 26-33.
Fauzi, Ahmad Rifqi., Ichniarsiyah, Nur Annisa., dan Agustin, Heny. 2016. Pertanian Perkotaan: Urgensi, Peranan, dan Praktik Terbaik. 10(01):  49-62.
Hendra, Heru Agus. dan Andoko, Agus. 2014. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani Hydrofram. PT. AgroMedia Pustaka: Jakarta.
Purbajanti, Endang Dwi. dan Slamet, Widyati. 2017. Hydroponic Bertanam Tanpa Tanah. EF Digimedia: Semarang.
Roidah, Syamsu Ida. 2014. Pemanfaatan Lahan dengan Menggunakan Sistem Hidroponik. 01(02): 43-50.
Sesanti, Novi, dan Sismanto. 2016. Pertumbuhan Dan Hasil Pakchoi (Brasicca Rapa L.) Pada Dua Sistem Hidroponik Dan Empat Jenis Nutrisi. 04(01): 1- 9.
Suryanto, Agus., Irawan, Budi., dan Setianingsih, Casi. 2017. Pengembangan Sistem Otomatisasi Pengendalian Nutrisi Pada Hidroponik Berbasis Android. 04(02): 2213-2219.
Tallei, Tarina E. dan Rumengian, Inneke. 2017. Hidroponik Untuk Pemula. LPPM UNSRAT: Manado.
Wibowo, Sapto., dan Asriyanti, Arum. 2013. Aplikasi Hidroponik NFT pada Budidaya Pakcoy (Brassica rapachinensis). 13(3): 159-167.